Sabtu, 21 Januari 2012

Menuntut Ilmu Sepanjang Hayat

“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah ilmu sejak buaian sampai lubang kubur. Tiada amalan umat yang lebih utama daripada belajar”. Belajar sepanjang hayat ini dikemukakan oleh Edgar Faure dari The International Council of Educational Development (ICED) atau Komisi Internasional Pengembangan Pendidikan. Sebagai ketua Komisi tersebut Edgar Faure mengatakan : With its confidence in man’s capacity to perfect himself through education, the Moslem world was among the first to recommend the idea of lifelong education, exhorting Moslem to educate themselves from cradle to the grave. (Faure, 1972, h.8) Islam mewajibkan pemeluknya untuk belajar dan mengembangkan kemampuan nalarnya secara terus menerus bukan saja terhadap objek-objek di luar dirinya, tetapi juga terhadap kehidupannya sendiri baik sebagai perorangan maupun sebagai suatu komunitas. Seperti dikemukakan oleh Andrias Harefa (2000) bahwa pembelajaran akan mampu membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga berkemampuan, menjadi dewasa dan mandiri. Manusia mengalami transformasi diri, dari belum/tidak mampu menjadi mampu atau dari ketergantungan menjadi mandiri. Dan, transformasi diri ini seharusnya terus terjadi sepanjang hayat, asalkan ia tidak berhenti belajar, asal ia tetap menyadari keberadaannya yang bersifat present continuous, on going process, atau on becoming. Persoalannya adalah, sebagian besar manusia tidak mendisiplinkan dirinya untuk tetap belajar tanpa henti. Sebagian besar manusia berhenti belajar setelah merasa dewasa. Sikap gede rasa ini umumnya disebabkan oleh kebodohan yang bersifat sosial dan mental/ psiko-spiritual. Sebagian orang merasa telah dewasa karena telah berusia di atas 17 atau 21, atau telah selesai sekolah atau kuliah, telah memiliki gelar akademis, telah memiliki pasangan hidup, telah memiliki pekerjaan dan jabatan yang memberinya nafkah lahiriah. Hal-hal itu telah membuat mereka berhenti belajar, sehingga tidak lagi mengalami transformasi-transformasi dalam kehidupannya, sehingga mereka tidak siap mengantisipasi perubahan-perubahan yang timbul. Sebaliknya bagi mereka yang senantiasa menjadikan proses belajar merupakan bagian dari kehidupannya mereka akan senantiasa siap mengantisipasi perubahan yang timbul atau bahkan perubahan yang diperoleh mereka sebagai akibat langsung dari proses belajar yang senantiasa mereka lakukan. Konsekwensi perubahan yang terjadi akan menjadi titik tolak bagi mereka untuk senantiasa terus belajar – on becoming a learner istilah yang dipakai Andrias Harefa- untuk selalu siap mengantisipasi perubahan yang akan muncul lagi sebab perubahan merupakan sesuatu yang abadi, selamanya akan muncul on and on. Kegiatan pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok diantaranya kegiatan yang terjadi pada jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Pada jalur pendidikan luar sekolah, sejak kehadirannya, kegiatan pembelajaran kelompok menjadi ciri utama. Dalam perkembangannya, kegiatan pembelajaran dalam pendidikan luar sekolah telah memperoleh dukungan dari berbagai teori pembelajaran dan dari pengalaman para praktisi di lapangan sehingga muncul kegiatan pembelajaran partisipatif. Dewasa ini pembelajaran partisipatif tidak saja digunakan dalam program-program pendidikan luar sekolah tetapi juga di beberapa kawasan di dunia ini, dan telah diserap serta diterapkan pada program-program pendidikan sekolah. Dengan demikian pembelajaran partisipatif telah menjadi bagian dari strategi pembelajaran yang dapat digunakan dan dikembangkan di dalam proses pendidikan baik di satuan pendidikan sekolah maupun satuan pendidikan luar sekolah. Upaya penerapan pembelajaran partisipatif pada pendidikan sekolah dapat dipertegas dengan menekankan peranan pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar secara aktif dan partisipatif. Keterlibatan pendidik dapat meliputi dua hal penting, diantaranya, pertama, dalam penyusunan dan pengembangan program belajar serta yang kedua, dalam upaya menumbuhkan kondisi supaya peserta didik melakukan kegiatan belajar partisipatif. Keterlibatan dalam penyusunan dan pengembangan program pembelajaran, pendidik bersama peserta didik melakukan asesmen kebutuhan belajar; identifikasi sumber-sumber dan kemungkinan hambatan dalam pembelajaran; menyusun tujuan belajar, menetapkan komponen dan proses pembelajaran, serta melaksanakan dan menilai program pembelajaran. Keterlibatan pendidik dalam menumbuhkan situasi belajar yang kondusif bagi peserta didik untuk belajar meliputi upaya menciptakan iklim belajar yang partisipatif. Knowles mengemukakan ada tujuh langkah pendidik yang dapat membantu peserta didik untuk belajar partisipatif. Ketujuh langkah tersebut adalah membantu peserta didik untuk: (1) menumbuhkan keakraban yang mendorong untuk belajar, (2) menjadi anggota kelompok dan belajar dalam kelompok, (3) mendiagnosis kebutuhan belajar, (4) merumuskan tujuan belajar, (5) menyusun pengalaman belajar, 6) melaksanakan kegiatan belajar, dan (7) melakukan penilaian terhadap proses, hasil, dan pengaruh belajar. Produk dari suatu proses pembelajaran baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah adalah perubahan tingkah laku peserta didik selama dan setelah mengikuti proses pembelajaran. Perubahan perilaku tersebut mencakup ranah (domain) afektif, kognitif, dan psiko-motorik serta konatif. Ranah afektif adalah sikap dan aspirasi peserta didik dalam lingkungannya melalui tahapan penerimaan stimulus, respons, penilaian, pengorganisasian, dan karakterisasi diri dalam menghadapi stimulus dari lingkungan. Ranah Kognitif adalah kecakapan peserta didik yang diperoleh melalui pengetahuan, pemahaman, penggunaan, analisis, sintesis, dan evaluasi terhadap sesuatu berdasarkan asas-asas dan fungsi kelimuan. Asas keilmuan yang objektivitas, observabilitas, dapat diukur, dan bernilai guna, sedangkan fungsi keilmuan adalah menggambarkan, menjelaskan, memprediksi, dan mengandalkan. Psiko-motorik atau skills adalah penguasaan dan penggunaan sesuatu keterampilan melalui tahapan rangsangan, kesiapan merespons, bimbingan “Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah ilmu sejak buaian sampai lubang kubur. Tiada amalan umat yang lebih utama daripada belajar”. Belajar sepanjang hayat ini dikemukakan oleh Edgar Faure dari The International Council of Educational Development (ICED) atau Komisi Internasional Pengembangan Pendidikan. Sebagai ketua Komisi tersebut Edgar Faure mengatakan : With its confidence in man’s capacity to perfect himself through education, the Moslem world was among the first to recommend the idea of lifelong education, exhorting Moslem to educate themselves from cradle to the grave. (Faure, 1972, h.8) Islam mewajibkan pemeluknya untuk belajar dan mengembangkan kemampuan nalarnya secara terus menerus bukan saja terhadap objek-objek di luar dirinya, tetapi juga terhadap kehidupannya sendiri baik sebagai perorangan maupun sebagai suatu komunitas. Seperti dikemukakan oleh Andrias Harefa (2000) bahwa pembelajaran akan mampu membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga berkemampuan, menjadi dewasa dan mandiri. Manusia mengalami transformasi diri, dari belum/tidak mampu menjadi mampu atau dari ketergantungan menjadi mandiri. Dan, transformasi diri ini seharusnya terus terjadi sepanjang hayat, asalkan ia tidak berhenti belajar, asal ia tetap menyadari keberadaannya yang bersifat present continuous, on going process, atau on becoming. Persoalannya adalah, sebagian besar manusia tidak mendisiplinkan dirinya untuk tetap belajar tanpa henti. Sebagian besar manusia berhenti belajar setelah merasa dewasa. Sikap gede rasa ini umumnya disebabkan oleh kebodohan yang bersifat sosial dan mental/ psiko-spiritual. Sebagian orang merasa telah dewasa karena telah berusia di atas 17 atau 21, atau telah selesai sekolah atau kuliah, telah memiliki gelar akademis, telah memiliki pasangan hidup, telah memiliki pekerjaan dan jabatan yang memberinya nafkah lahiriah. Hal-hal itu telah membuat mereka berhenti belajar, sehingga tidak lagi mengalami transformasi-transformasi dalam kehidupannya, sehingga mereka tidak siap mengantisipasi perubahan-perubahan yang timbul. Sebaliknya bagi mereka yang senantiasa menjadikan proses belajar merupakan bagian dari kehidupannya mereka akan senantiasa siap mengantisipasi perubahan yang timbul atau bahkan perubahan yang diperoleh mereka sebagai akibat langsung dari proses belajar yang senantiasa mereka lakukan. Konsekwensi perubahan yang terjadi akan menjadi titik tolak bagi mereka untuk senantiasa terus belajar – on becoming a learner istilah yang dipakai Andrias Harefa- untuk selalu siap mengantisipasi perubahan yang akan muncul lagi sebab perubahan merupakan sesuatu yang abadi, selamanya akan muncul on and on. Kegiatan pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok diantaranya kegiatan yang terjadi pada jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Pada jalur pendidikan luar sekolah, sejak kehadirannya, kegiatan pembelajaran kelompok menjadi ciri utama. Dalam perkembangannya, kegiatan pembelajaran dalam pendidikan luar sekolah telah memperoleh dukungan dari berbagai teori pembelajaran dan dari pengalaman para praktisi di lapangan sehingga muncul kegiatan pembelajaran partisipatif. Dewasa ini pembelajaran partisipatif tidak saja digunakan dalam program-program pendidikan luar sekolah tetapi juga di beberapa kawasan di dunia ini, dan telah diserap serta diterapkan pada program-program pendidikan sekolah. Dengan demikian pembelajaran partisipatif telah menjadi bagian dari strategi pembelajaran yang dapat digunakan dan dikembangkan di dalam proses pendidikan baik di satuan pendidikan sekolah maupun satuan pendidikan luar sekolah. Upaya penerapan pembelajaran partisipatif pada pendidikan sekolah dapat dipertegas dengan menekankan peranan pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar secara aktif dan partisipatif. Keterlibatan pendidik dapat meliputi dua hal penting, diantaranya, pertama, dalam penyusunan dan pengembangan program belajar serta yang kedua, dalam upaya menumbuhkan kondisi supaya peserta didik melakukan kegiatan belajar partisipatif. Keterlibatan dalam penyusunan dan pengembangan program pembelajaran, pendidik bersama peserta didik melakukan asesmen kebutuhan belajar; identifikasi sumber-sumber dan kemungkinan hambatan dalam pembelajaran; menyusun tujuan belajar, menetapkan komponen dan proses pembelajaran, serta melaksanakan dan menilai program pembelajaran. Keterlibatan pendidik dalam menumbuhkan situasi belajar yang kondusif bagi peserta didik untuk belajar meliputi upaya menciptakan iklim belajar yang partisipatif. Knowles mengemukakan ada tujuh langkah pendidik yang dapat membantu peserta didik untuk belajar partisipatif. Ketujuh langkah tersebut adalah membantu peserta didik untuk: (1) menumbuhkan keakraban yang mendorong untuk belajar, (2) menjadi anggota kelompok dan belajar dalam kelompok, (3) mendiagnosis kebutuhan belajar, (4) merumuskan tujuan belajar, (5) menyusun pengalaman belajar, 6) melaksanakan kegiatan belajar, dan (7) melakukan penilaian terhadap proses, hasil, dan pengaruh belajar. Produk dari suatu proses pembelajaran baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah adalah perubahan tingkah laku peserta didik selama dan setelah mengikuti proses pembelajaran. Perubahan perilaku tersebut mencakup ranah (domain) afektif, kognitif, dan psiko-motorik serta konatif. Ranah afektif adalah sikap dan aspirasi peserta didik dalam lingkungannya melalui tahapan penerimaan stimulus, respons, penilaian, pengorganisasian, dan karakterisasi diri dalam menghadapi stimulus dari lingkungan. Ranah Kognitif adalah kecakapan peserta didik yang diperoleh melalui pengetahuan, pemahaman, penggunaan, analisis, sintesis, dan evaluasi terhadap sesuatu berdasarkan asas-asas dan fungsi kelimuan. Asas keilmuan yang objektivitas, observabilitas, dapat diukur, dan bernilai guna, sedangkan fungsi keilmuan adalah menggambarkan, menjelaskan, memprediksi, dan mengandalkan. Psiko-motorik atau skills adalah penguasaan dan penggunaan sesuatu keterampilan melalui tahapan rangsangan, kesiapan merespons, bimbingan dlam melakukan respons, gerakan mekanik, respons yang lebih kompleks, adaptasi, dan melakukan sendiri. Tegasnya perubahan tingkah laku peserta didik dalam ranah afektif, kognitif, psiko-motorik, dan konatif merupakan produk pembelajaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar